Mahasiswa-Buruh Bentuk Parlemen Jalanan, Selamatkan Indonesia dari Kediktaktoran

Situasi politik Indonesia saat ini terbilang keos sehingga menggerakkan nurani mahasiswa sebagai kaum intelektual menggelar parlemen jalanan di seluruh kantor eksekutif maupun legislatif karena Badan Legislasi DPR RI berniat menganulis keputusan MK terkait Undang-Undang Pilkada.

Tak hanya mahasiswa yang menggelar parlemen jalanan ini, tapi juga Sejumlah elemen masyarakat mulai dari buruh, selebriti, maupun komika,turun ke jalan untuk menolak pengesahan revisi UU Pilkada.

Dan demo ini berlangsung di sejumlah kota besar yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia, yakni Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Bandung, Jambi, Padang, Lampung, dan Makassar menjadi beberapa daerah yang menggelar demonstrasi.

Dalam media sosial pun, warga net memposting gambar burung garuda berlatar warna biru yang mengartikan negara sedang dalam keadaan darurat karena pemerintah Indonesia telah diambil alih sebentuk entitas.

Namun seperti apa keputusan MK yang sangat dikehendaki rakyat ini dan hendak dianulir oleh kekuatan Dewan yang isunya tergabung dalam KIM Plus?

Keputusan MK itu menegaskan bahwa penghitungan syarat usia minimal calon kepala daerah dilakukan sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan calon, bukan sejak pelantikan calon terpilih.

Namun, Baleg DPR dan pemerintah menyepakati aturan baru terkait syarat usia calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam rapat membahas revisi UU Pilkada, Rabu 21 Agustus 2024.
(21/8/2024).

Kemudian, norma baru dalam keputusan MK ialah mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah yang dimohonkan Partai Buruh dan Gelora.

Dalam putusannya, MK menyatakan ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah hasil pemilu tidak lagi berlaku.

Dan threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai.

Namun, Baleg DPR memilih menghidupkan kembali ketentuan ambang batas pencalonan kepala daerah yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK.

Ahli hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Oce Madril menegaskan, putusan MK bersifat final dan mengikat yang maknanya tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan untuk mengubahnya.

Bagi yang menghendaki perubahan, artinya sama saja berupaya melawan hukum sehingga wajar para mahasiswa, buruh dan elemen Indonesia yang lain membentuk parlemen jalanan untuk menghentikan kediktaktoran oligarki yang selama beberapa periode ini menguasai instusi dan memupus harapan reformasi.*

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *