Polres Lamtim Dituntut Ambil Langkah Konkret Lawan Mafia Tanah

Lampung Timur– Dalam upaya mendukung ketahanan pangan nasional, Polres Lampung Timur didorong untuk mengambil langkah konkret melawan mafia tanah yang telah lama meresahkan ratusan petani di Kabupaten Lampung Timur.

Ratusan petani dari Desa Sripendowo dan tujuh desa lainnya menghadapi ancaman kehilangan lahan garapan mereka akibat praktik mafia tanah yang diduga menerbitkan sertifikat hak milik atas nama orang lain di atas tanah yang telah mereka garap sejak puluhan tahun lalu.

Kapolres Lampung Timur, AKBP Benny Prasetya, dalam siaran persnya pada acara pembagian caping dan sepatu boot di Desa Muarajaya, Sukadana, Lampung Timur, Sabtu (2/11), menyatakan komitmen kepolisian dalam mendukung para petani sebagai pahlawan ketahanan pangan yang harus dijamin keberlangsungan aktivitasnya.

“Petani adalah pahlawan ketahanan pangan yang harus didukung oleh kepolisian untuk menjamin keberlangsungan dan pengembangan sektor pangan, sejalan dengan program ketahanan pangan nasional,” tegas Kapolres.

Meskipun langkah Polres Lampung Timur ini diapresiasi sebagai bentuk dukungan bagi petani, Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas, menyatakan dukungan lebih lanjut diperlukan.

Menurutnya, penegakan hukum terhadap mafia tanah yang mengancam keberlangsungan lahan pertanian di Lampung Timur adalah langkah konkret yang harus segera dilakukan Polres Lampung Timur agar para petani dapat bekerja dengan aman dan nyaman.

Kasus ini berawal dari kegelisahan sekitar 400 kepala keluarga petani di delapan desa di Lampung Timur yang mengeluhkan praktik mafia tanah yang menerbitkan sertifikat hak milik atas nama pihak lain di tanah mereka.

Para petani yang telah menggarap lahan seluas ±400 hektar sejak tahun 1950-an merasa tidak pernah melakukan peralihan hak atas tanah tersebut kepada pihak manapun.

Petani juga tidak pernah melihat adanya aktivitas pengukuran lahan oleh petugas ATR/BPN.

Awalnya, para petani yakin bahwa lahan mereka adalah bagian dari kawasan hutan Register 38 Gunung Balak, namun mereka baru menyadari sebagian lahan tersebut berada di luar kawasan hutan setelah kasus ini mencuat.

Sejumlah petani pun telah melakukan pengaduan ke instansi terkait, termasuk ATR/BPN Lampung Timur, ATR/BPN Provinsi Lampung, dan bahkan ke Kementerian ATR/BPN di Jakarta, namun masalah ini belum mendapatkan kepastian hukum. Ribuan petani juga telah berbondong-bondong ke Polda Lampung untuk melaporkan masalah ini dan berharap pengungkapan kasus mafia tanah dapat memberikan perlindungan hukum bagi mereka.

Prabowo Pamungkas menekankan bahwa Polres Lampung Timur seharusnya bisa mengatasi kasus ini tanpa harus menunggu aksi massa atau pengaduan ke Polda Lampung.

“Jika Polres Lampung Timur benar-benar berkomitmen mendukung para petani sebagai tumpuan ekonomi di Lampung Timur, sudah seharusnya mereka bertindak tegas dan menangani kasus ini hingga tuntas,” ujarnya.

 

Prabowo juga menyinggung kasus mafia tanah di Desa Malangsari, Lampung Selatan, yang berhasil diungkap Polres Lampung Selatan bersama Polda Lampung pada 2021-2023, menjerat lima orang terpidana dan satu tersangka atas penerbitan sertifikat hak milik di atas lahan seluas 10 hektar.

Prabowo berharap Polres Lampung Timur bisa melakukan hal serupa demi memberikan kepastian hukum bagi petani dan mendukung peningkatan produksi pangan di wilayah tersebut.

“Penegakan hukum terhadap mafia tanah sangat penting untuk menciptakan rasa aman bagi petani, yang pada akhirnya mendukung pencapaian program ketahanan pangan nasional,” tutupnya. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *