Lampungku39-Kita buka lembar ini dari piala Dunia tahun 2002 saat Brasil Juara di Korea-Jepang usai mengalahkan Jerman 2-0.
Luis Felipe Scolari, pria asal Brazil yang saat itu menjabat pelatih kepala Timnas Ronaldo dan Rivaldo CS menjadi orang lokal yang membawa negaranya juara dunia.
Pada empat tahun berselang di Berlin, Jerman– Marcelll Lippi seorang asal Italia membawa Del Piero, Totti dan kawan-kawan mengangkat tropi emas kebanggan sepakbola dunia.
Di Afrika Selatan, Spanyol dengan orang lokal bernama Vicente Del Bosque juga mengukir sejarah dalam selimut Real Madrid dan Barcelona yang saat ini pemainnya mengisi masing-masing pos dalam timnasnya.
Jerman pun sama dengan pelatih lokal bernama Joachim Low mengalahkan Argentina dengan goal Mario Gotze di menit-menit akhir dalam riuh atmosfer Brasil.
Didier Claude Deschamps ialah pria kelahiran Perancis yang membawa timnasnya juara di Rusia pada tahun 2018 dan pada tahun 2022, Scaloni sebagai orang Argentina dan pernah melawan Timnas Indonesia di Stadion Utama Gelora Bung Karno juga menyelesaikan tugasnya sebagai juara dunia bersama Messi di Qatar.
Pelatih lokal adalah pelatih terbaik untuk membawa negaranya juara dunia. Saat ini, orang dari Belanda (Pemain Diaspora) kembali ke masalalu, yakni ke negeri jajahan bernama Indonesia.
Mereka bermain untuk Timnas Indonesia dan hasilnya cukup menggiurkan karena Indonesia masuk untuk pertama kali ke Round 3 Kualifikasi Piala Dunia.
PSSI sepertinya mengamalkan sejarah panjang rentetan kesamaan ras dan budaya sebagai pelatih terbaik untuk kerja piala dunia sehingga memecat Shin Tae-yong asal Korea Selatan dan mendatangkan Patrick Kluivert sebagai ganti yang mendapat target meloloskan Skuat Garuda ke piala dunia.
Keputusan yang tentu saja berbeda dengan hipotesa pelatih lokal yang terbaik untuk juara dunia karena bagaimana pun ini Indonesia yang di dalamnya menganut budaya timur dan ras dari Asia-Melanesia.
Sepakbola Indonesia dan Belanda berbeda meski saat ini pemain Diaspora mengisi banyak pos di Timnas Indonesia.
Menurut Coach Justin yang lama menetap di Belanda, pemain-pemain Belanda terbiasa berdiskusi masalah taktik dengan pelatih.
Shin Tae-yong dirumorkan tidak menerima ketika ada pemain yang hendak berdiskusi sebelum laga melawan China. Kuat alasan, PSSI memecat Shin Tae-yong karena terlalu keras dalam bersikap sebagai pelatih kepala atau dalam arti lain tak ingin berdiskusi dengan pemain.
Apa yang Shin Tae-yong sudah benar karena sebagai pelatih ia tak mau berkompromi kepada pemain soal urusan taktik apalagi Line-up untuk pertandingan.
Orang Indonesia bukan Jepang atau Eropa yang disiplin dan terbiasa dengan kebebasan pendapat yang berakibat menyinggung pemain.
Pemain Indonesia (lokal asli) memerlukan sosok pelatih yang tegas dan tak kenal kompromi untuk mengasah kedisiplinan dan orang Indonesia menganut budaya ketersinggungan.
Akan lebih bahaya jika ada pemain diaspora yang meminta pemain lokal menjadi cadangan atas dalih kepentingan taktik setelah berdiskusi dengan Shin Tae-yong.
Sebab sebagai orang yang berpengalaman selama hampir 5 tahun, Shin Tae-yong juga berkomitmen kuat menghadirkan bintang lokal di tengah ramainya diaspora yang hingga kini masih akan terus berlanjut.
Buktinya Rizky Ridho, Pratama Arhan, Marselino Ferdinan, Witan Sulaeman dan Yakob Sayuri terus ia kenalkan di tiap pertanga internasional Indonesia.
Masuknya Patrick Kluivert andai menerapkan hipotesa pelatih lokal yang terbaik untuk kerja piala dunia bukan hanya menimbulkan kecemasan pecinta sepakbola akan prestasi Skuat Garuda, tapi juga kekhawatiran meredupnya bintang lokal Indonesia. ***