lampungku39– Menerapkan nada dan bahasa skeptis, terpaksa saya harus mulai opini hari ini setelah membaca tagline dari suatu artikel yang kesimpulannya ialah sosok seorang pemimpin menyalahkan seorang pemimpin lain atas bencana ekologis yang kian serius terus terjadi di wilayah perkotaan.
Harus dicatat, ini musim penghujan dan nanti el nino apakah dalam kebarakan akan ada saling menyalahkan?
Dalam suatu obrolan ringan di warung kopi muncul pembahasan untuk daerah Lampung yang sedang mengalami krisis sosok pemimpin karena ketidakmampuan mereka memberi solusi bernas di tengah kekhawatiran masyarakat akan tantangan ekonomi dan kehidupan yang layak.
Pembahasan yang tidak salah karena sungguh tidak terpungkiri saat ini warga Lampung melihat sosok pemimpinnya kurang siap ketika dihadapkan tantangan membangun peradaban.
Bagaimana mau meningkatkan ekonomi jika untuk keluar dari persoalan lingkungan pun, seperti membopong alat berat di atas pundak yang ringkih.
Misal, seorang pemimpin yang justru menyalahkan bangunan liar di sekitar drainase padahal persoalan banjir tak hanya itu, tapi juga ada faktor dari jadwal terbukanya arus bendungann sumur putri yang bersamaan dengan pasang laut sehingga kawasan pesisir di teluk Lampung terendam.
Dan itu hanya salah satu faktor banjir di kota Bandar Lampung. Utamanya, dari banjir ini, yang sejauh ini tak pernah terlontar dari mulut seorang pemimpin ialah berapa alokasi anggaran untuk membangun wilayah bebas banjir.
Misal alokasi anggaran untuk membangun ruang terbuka hijau di tiap kelurahan atau kecamatan sebagai area resapan air. Lampungku39 pernah melakukan penelusuran terhadap pembangunan itu, tapi pada tahun-tahun yang berlalu— kepala dinas lingkungan hidup mengatakan bahwa keterbatasan anggaran dan keterbatasan lahan, namun fakta di lapangan gedung-gedung menjulang nan luas terus bermunculan.
Dalam hal ruang terbuka hijau ini juga, Lampungku39 pernah mencari informasi kepada lingkungan Bappeda dan jawabannya bahwa ruang terbuka hijau belum menjadi program pembangunan prioritas dan benar— tidak ada rancangan ruang terbuka hijau dalam rencana pembangunan kota ini hingga tahun 2045.
Selain itu kata yang tidak pernah keluar dari seorang pemimpin di Lampung ialah berterus terang untuk memunculkan gagasan dalam mengalokasikan anggaran untuk membangun akses resapan air. Tidak ada, sehingga dapat disimpulkan bahwa saat ini pemimpin Lampung sedang bingung menghadapi persoalan lingkungan dan berarti Lampung mengalami krisis pemimpin.***