Arah Pembangunan Bandar Lampung Jauh dari Indonesia Emas

Bandar Lampung– Arah pembangunan Kota Bandar Lampung sepertinya akan terus berlangsung tanpa memikirkan kualitas hidup masyarakat kelas bawah yang sudah berada dalam titik bencana ekologis.

Bencana ekologis adalah dasar kesengsaraan akibat minim kontribusi manusia terhadap ketahanan lingkungan, salah satu faktor utama bencana ekologis tentu pembangunan yang terkesan serampangan.

Serampangan dalam hal ini berarti membangunan banyak bangunan fisik tanpa memikirkan kualitas hidup manusia.

Sampai kapan kota Bandar Lampung mengesampingkan ruang terbuka hijau publik bersarana olahraga di tiap kelurahan? Sampai menunggu 20 kecamatan terendam banjir bandang?

Pada awal tahun 2025, tepatnya di bulan Januari— 11 kecamatan terendam banjir. Selain itu pada 16 Februari 2025, IQ Air mencatat bahwa udara di Bandar Lampung berpartikel halus yang levelnya sedang atau PM2.5-nya bernilai 66*.

Udara Bandar Lampung berpartikel halus karena imbas dari gas buang kendaraan bermotor, pembangkit listrik, kebakaran hutan, industri dan emisi domestik perokok serta pembakaran sampah.

Dampak dari partikel halus mengakibatkan berbagai penyakit mulai dari gangguan pernapasan, penurunan fungsi paru-paru, penyakit jantung iskemik, kanker paru-paru, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), infeksi saluran pernapasan bawah (seperti pneumonia), Stroke, Diabetes tipe 2, hasil kelahiran yang buruk hingga iritasi kulit.

Sayangnya di tengah ancaman bencana ekologis serta derita penyakit bagi warga Bandar Lampung akibat kualitas udara yang kurang baik ini, justru tidak sama sekali tercatat dalam 6 rencana pembangunan infrastruktur Kota Bandar Lampung tahun 2025-2045 bahwa pemerintah menyiapkan ruang kualitas hidup yang layak untuk menyambut Indonesia Emas tahun 2045.

Yang lebih disayangkan lagi ialah pada saat peresmian Jembatan Penyeberangan Siger Millenial yang menghubungkan kantor Pemkot Bandar Lampung dengan Masjid Agung Al-Furqon. Saat itu Walikota Bandar Lampung justru mengatakan akan membangun destinasi wisata kereta gantung yang menghubungkan Rumah Dinas Walikota dengan Teluk Lampung.

Pembangunan yang bagus jika orientasinya ialah meningkatkan perekonomian dan mempercantik kota Bandar Lampung serta memanjakan masyarakat kelas menengah atas, tapi tidak jika melihat betapa mirisnya angka ruang terbuka hijau publik bersarana olahraga di kota ini yang menjadi tumpuan keberlanjutan hidup sehat masyarakat kelas bawah.

Untuk ruang terbuka hijau secara global saja, Bandar Lampung hanya mempunyai 440 hektar pada tahun 2021 dan tentu ruang kuburan yang tak akan bermanfaat bagi olahraga juga masuk dalam wilayah tersebut.

Bandingkan dengan Kota Surabaya yang memiliki ruang terbuka hijau sampai 7000 hektar lebih dan di Sumatera, bandingkan dengan Kota Pekanbaru yang ruang terbuka hijaunya mencapai 31.000 lebih.

Lantas bagaimana warga kota Bandar Lampung menyambut Indonesia Emas tahun 2045 jika di dalam 6 rencana pembangunan tahun 2024-2045 tidak sama sekali ada ruang perbaikan kualitas hidup?

Sementara sejauh ini, banjir bandang, penyakit yang berlandaskan buruknya kualitas udara menghantui sekeliling warga Bandar Lampung. Maka jawabannya, pada tahun 2045 kemungkinan yang merasakan Indonesia Emas di Kota Bandar Lampung justru dari lingkar kelas atas saja, atau parahnya bisa jadi orang yang asing yang menguasai itu.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *