Jakarta, 22 November 2024 – Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) akhirnya memberikan klarifikasi terkait polemik rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang belakangan ini ramai diperbincangkan. Rencana ini memicu beragam tanggapan, baik dari pelaku usaha maupun masyarakat.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang telah disahkan pada 2021. “Kenaikan ini sebenarnya telah direncanakan secara bertahap, dimulai dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022, dan selanjutnya menjadi 12 persen pada 2025,” ujar Dwi dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (22/11).
Menurut Dwi, langkah ini diambil untuk memperkuat penerimaan negara, terutama dalam mengurangi defisit anggaran. “PPN adalah salah satu sumber penerimaan pajak terbesar. Dengan kenaikan ini, kita berharap mampu mendukung program pembangunan yang membutuhkan pembiayaan besar,” tambahnya.
Namun, Ditjen Pajak juga menyadari kekhawatiran masyarakat terhadap potensi dampak kenaikan PPN terhadap daya beli. Oleh karena itu, pemerintah memastikan bahwa barang dan jasa tertentu yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat tetap bebas dari PPN atau dikenakan tarif lebih rendah. “Kami akan terus melakukan sosialisasi agar masyarakat memahami bahwa kebijakan ini diiringi dengan berbagai upaya perlindungan sosial,” jelas Dwi.
Sementara itu, beberapa kalangan, termasuk pelaku usaha, mengkritik waktu penerapan kenaikan tarif ini. Mereka khawatir bahwa kenaikan PPN dapat menambah beban ekonomi, terutama di tengah pemulihan pascapandemi. “Kami berharap ada diskusi lebih lanjut dengan pemerintah agar dampaknya bisa diminimalkan,” kata Susi Rahmawati, salah satu pengusaha ritel di Jakarta.
Di sisi lain, para ekonom menyarankan agar pemerintah berhati-hati dalam menentukan waktu penerapan kebijakan tersebut. “Kenaikan PPN memang penting untuk jangka panjang, tetapi perlu dipastikan bahwa ekonomi domestik cukup kuat untuk menyerap dampaknya,” ujar Bhima Yudhistira, Direktur CELIOS.
Dengan berbagai pandangan yang ada, Ditjen Pajak menegaskan akan terus mengkaji dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan ini agar tidak mengganggu stabilitas ekonomi maupun kesejahteraan masyarakat.