Lampungku39-Harga minyak meningkat lebih dari 1 persen pada Selasa (8/4) di tengah aksi jual besar-besaran yang terjadi dalam beberapa sesi terakhir. Hal ini dipicu oleh kekhawatiran pasar bahwa perang dagang yang dimulai oleh AS dapat menekan permintaan dan memicu resesi global.
Berdasarkan laporan Reuters, harga minyak berjangka Brent naik sebesar 81 sen, atau 1,26 persen, menjadi US$65,02 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS naik 92 sen, atau 1,52 persen, menjadi US$61,61 per barel.
Pada perdagangan Senin (7/4), harga minyak sempat turun sekitar 2 persen, mendekati level terendah dalam empat tahun terakhir, akibat kekhawatiran bahwa kebijakan tarif perdagangan terbaru yang dikeluarkan oleh Presiden AS Donald Trump dapat mendorong ekonomi global menuju resesi dan menurunkan permintaan energi.
Trump menegaskan bahwa pengenaan tarif sebesar 10 hingga 50 persen untuk semua impor ke AS akan menjadi langkah awal untuk membangkitkan kembali industri AS, yang menurutnya telah melemah akibat liberalisasi perdagangan dalam beberapa dekade terakhir.
Banyak negara berusaha untuk memperoleh pengecualian atau setidaknya pengurangan tarif AS melalui negosiasi. Namun, China, sebagai ekonomi terbesar kedua dunia, mengumumkan rencana untuk mengenakan tarif balasan.
Trump menanggapi dengan ancaman bahwa ia akan menambah tarif pada China jika Beijing tidak mencabut langkah balasan tersebut.
“Jika Tiongkok tetap bersikeras, total tarif impornya ke AS bisa mencapai 104 persen. Langkah ini bisa memperburuk sentimen risiko, merontokkan pasar saham global, dan mempercepat penurunan ekonomi global ke dalam resesi,” kata Tony Sycamore, analis pasar di IG, dalam catatannya.
Selain itu, persediaan minyak mentah dan produk sulingan AS diperkirakan meningkat sekitar 1,6 juta barel minggu lalu, yang menunjukkan bahwa pasar memprediksi permintaan akan terus melemah.
Analis pun memperkirakan biaya impas untuk produksi minyak di Amerika Serikat berada di sekitar US$60 per barel. Mereka memperingatkan bahwa harga minyak tidak mungkin turun lebih rendah dari angka tersebut karena beberapa pihak mulai mengurangi investasi dan pengeboran.
“Ini akan memperlambat laju pertumbuhan produksi dan mengurangi produksi AS yang saat ini mencapai 13,4 juta barel per hari. Jika harga tetap tertekan, seperti yang diperkirakan, aktivitas yang berkurang akan menjadi penyangga bagi harga dasar di sekitar US$50-an per barel untuk WTI,” kata Eurasia Group dalam catatannya.