LAMPUNGKU39NEWS-Keterlibatan generasi milenial dalam sektor pertanian di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan. Banyaknya peluang kerja di sektor perkotaan dan teknologi membuat generasi muda semakin menjauh dari profesi yang dianggap ketinggalan zaman ini. Akibatnya, regenerasi tenaga kerja di bidang pertanian menjadi terhambat, mengancam keberlanjutan sektor tersebut di masa depan.
Menurut data dari Kementerian Pertanian, hanya sekitar 10% dari total petani di Indonesia yang berusia di bawah 35 tahun. Sisanya didominasi oleh petani berusia di atas 50 tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa minat generasi milenial terhadap pertanian sangat rendah. “Generasi muda cenderung memilih pekerjaan di sektor yang dianggap lebih modern dan bergengsi, seperti teknologi dan layanan,” ujar Dr. Sutopo, pakar pertanian dari Universitas Gadjah Mada.
Faktor lain yang turut berkontribusi adalah persepsi negatif terhadap profesi petani yang seringkali dianggap kurang menguntungkan secara finansial dan penuh dengan tantangan. Selain itu, kurangnya akses terhadap lahan pertanian dan modal juga menjadi hambatan bagi generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian. “Banyak dari mereka yang merasa bahwa pertanian tidak memberikan jaminan kesejahteraan yang memadai,” tambah Dr. Sutopo.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menarik minat generasi muda ke sektor pertanian, seperti program bantuan modal, pelatihan teknologi pertanian, dan promosi pertanian sebagai profesi yang menjanjikan. Namun, hasilnya masih belum optimal. “Perlu pendekatan yang lebih inovatif dan menyeluruh untuk mengubah pandangan generasi milenial terhadap pertanian,” kata Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.
Salah satu solusi yang diusulkan adalah pengembangan pertanian berbasis teknologi atau smart farming. Dengan memanfaatkan teknologi modern, seperti Internet of Things (IoT) dan kecerdasan buatan (AI), pertanian dapat menjadi lebih efisien dan menarik bagi generasi muda. “Kami berharap, dengan mengintegrasikan teknologi, minat generasi milenial terhadap pertanian dapat meningkat,” ujar Menteri Syahrul.
Di sisi lain, peran pendidikan juga sangat penting. Mengintegrasikan kurikulum pertanian di sekolah dan universitas dapat memberikan pemahaman lebih mendalam kepada generasi muda tentang potensi dan pentingnya sektor pertanian. “Kita harus mengubah mindset dari dini, bahwa pertanian bukan hanya tentang bercocok tanam, tetapi juga inovasi dan keberlanjutan,” pungkas Dr. Sutopo.
Minimnya minat generasi milenial terhadap sektor pertanian merupakan tantangan besar yang harus segera diatasi. Jika tidak, Indonesia bisa menghadapi krisis tenaga kerja di sektor pertanian yang berdampak pada ketahanan pangan nasional di masa depan.***