Lampungku39– Menteri Hak Asasi Manusia, HAM, Natalius Pigai tidak bisa terus menerus menuntut anggaran, meski itu menjadi hal yang lumrah sebagai penunjang kinerja jajarannya.
Tapi juga yang lebih penting ialah memiliki jajaran hingga ke tingkat provinsi sehingga bisa lebih giat dalam mengejar perampasan HAM.
Melansir jejak digital tentang permasalahan di provinsi Lampung setelah pelantikan RMD-Jihan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, ternyata ada kabar dari tanah Sang Bumi Ruwa Jurai bahwa pada 21 Januari 2025, ada yang berunjuk rasa di kantor Pengadilan Tinggi Tanjungkarang.
Mereka yakni gabungan dari mahasiswa, aktivis lingkungan, dan pejuang HAM yang tergabung dalam YLBH 98, LBH Bandar Lampung, Walhi Lampung.
Tujuan mereka berdemo ialah sebagai simbol dukungan yang fokusnya memastikan keadilan kepada Anton Heri, advokat yang membela masyarakat dalam sengketa tanah, menurut koordinator aksi, Habibi Marga.
Dalam kasus peradilan ini, Anton Heri yang berprofesi sebagai advokat berkenan mendampingi masyarakat Kampung Kotabumi, Sunsang, dan Penegahan, Kecamatan Negeri Agung, Kabupaten Way Kanan.
Masyarakat tersebut bersengketa dengan salah satu perusahaan di Way Kanan terkait tanah hak ulayat yang klaimnya sudah habis masa sewanya.
Dari artikel yang ada, warga beranggapan bahwa tanah yang disewakan perusahaan selama 30 tahun sejak 1991 seharusnya dikembalikan pada 2021.
Masyarakat juga menilai perusahaan tidak hadir dalam membantu perekonomian sekitar karena mayoritas pekerja dari luar daerah, kemudian mereka juga mengeluh bahwa perusahaan juga tidak berkenan memperbaiki infrastruktur desa, hingga tidak adanya kontrak kerja dan keselamatan dalam bekerja dari pihak perusahaan.
Sepertinya permasalahan tuntutan warga itu sudah selesai dalam musyawarah bersama, namun dari artikel yang ada, ternyata pasca-aksi damai masyarakat, salah satu perusahaan di Way Kanan, Lampung, melaporkan Anton Heri dan sembilan warga ke Polda Lampung atas dugaan “turut serta secara tidak sah menguasai lahan perkebunan.”
Sayangnya dari laporan tersebut justru hanya Anton yang ditetapkan sebagai tersangka dan dijatuhi hukuman enam bulan dengan masa percobaan satu tahun oleh Pengadilan Negeri Blambangan Umpu.
Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri, menyayangkan putusan yang menimpa Anton Heri, karena menurutnya mencerminkan kriminalisasi terhadap pembela HAM dan lingkungan hidup, sehingga meminta Pengadilan Tinggi Lampung untuk membebaskan saudara Anton Heri, serta meminta lembaga seperti Komisi Yudisial RI untuk memeriksa putusan hakim di PN Blambangan Umpu.
Kalau sudah seperti ini, artinya Kementerian HAM yang di bawah komando Natalius Pigai, ya bagaimana ya kalau tidak berkenan turun tangan untuk menjadi penengah sekaligus memastikan keadilan hukum terhadap Anton Heri sebagaimana yang menjadi salah satu desakan masa aksi.
Selama ini Natalius Pigai sebagai Menteri HAM selalu menuntut anggaran besar, bahkan meminta anggaran mebel yang nilainya 9 kali lipat dari anggaran penegakan HAM itu sendiri.***