Nelayan di berbagai daerah di Indonesia semakin tertekan akibat berbagai tantangan, termasuk dampak perubahan iklim, naiknya harga bahan bakar, serta penurunan hasil tangkapan ikan.
Di pantai utara Jawa, misalnya, para nelayan mengeluhkan musim tangkap yang tidak menentu akibat perubahan pola cuaca. “Gelombang sering tinggi dan sulit diprediksi. Kadang kami tidak bisa melaut selama berminggu-minggu,” kata Suyatno, seorang nelayan asal Jepara. Hal ini tidak hanya mengurangi pendapatan, tetapi juga memengaruhi pasokan ikan di pasar lokal.
Selain itu, kenaikan harga bahan bakar menjadi kendala besar bagi nelayan tradisional. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), biaya operasional kapal nelayan meningkat hampir 20% dalam setahun terakhir. “Hasil tangkapan tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan, terutama untuk solar,” ujar Arifin, nelayan asal Lampung.
Di tengah berbagai tantangan ini, pemerintah berupaya memberikan solusi melalui program bantuan, seperti subsidi bahan bakar dan modernisasi alat tangkap. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menyatakan bahwa pihaknya sedang mendorong pengembangan teknologi penangkapan ikan yang lebih efisien serta pelatihan bagi nelayan untuk menghadapi tantangan iklim.
Selain itu, KKP juga mendorong diversifikasi mata pencaharian bagi nelayan, seperti budidaya perikanan dan pengolahan hasil tangkap. Harapannya, langkah ini dapat membantu nelayan meningkatkan pendapatan mereka di luar musim melaut.
Meski begitu, para nelayan berharap dukungan lebih konkret, terutama dalam hal stabilitas harga hasil tangkapan dan pengendalian biaya operasional. “Kami ingin pemerintah lebih peduli pada nasib nelayan kecil,” tambah Suyatno.
Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki potensi perikanan yang besar. Dengan pengelolaan yang tepat, sektor ini diharapkan dapat terus menjadi tulang punggung perekonomian nasional, sekaligus menjaga kesejahteraan para nelayan.