Nisan

Lampungku39– Kisah ini terjadi setelah Dito menikah dan memutuskan untuk tinggal di rumah mertuanya.

Mertuanya adalah sosok yang kerap menyimpan barang-barang. Bahkan nisan mertua perempuan Dito pun disimpan dalam garasi.

Sial bagi Dito karena kamarnya persis di belakang garasi yang fungsinya telah menjadi gudang.

Pada minggu pertama pernikahan Dito masih belum mengetahui kebiasaan mertuanya. Setelah berminggu-minggu di sana, istrinya menceritakan kebiasaan orang tuanya.

Mula-mula Dito masih sering merokok di ruang antara garasi dan kamarnya karena di rumah itu tidak ada yang merokok, sehingga ia tak bisa bebas begitu saja.

Tak ada perasaan takut mesti ia duduk tepat membelakangi jendela gudang. Di jendela itu tergantung potongan rambut kakak iparnya yang telah meninggal.

Kira-kira, panjang rambut itu 30 sentimeter dan tergulung panjang dan terikat berbentuk seperti buntut sapi, berwarna hitam.

Sampai pada minggu ke tiga, Dito beberes gudang. Dia melihat seonggok nisan lusuh tersimpan di bawah ranjang dipan tua. Tertulis di nisan itu nama mertua perempuannya yang bertahun-tahun telah berpulang.

“Itu kenapa kok nisan mama masih di simpen,” tanya Dito kepada istrinya.

“Biasa papa, emang gitu. Katanya sayang kalo dibuang,” jawab istrinya.

Dito mulai takut karena setiap malam dan saat orang-orang telah tertidur, ia selalu merokok di belakang gudang. Pikirnya, ingin merokok selepas isya saja.

Malam tiba dan sesuai yang telah direncakan, Dito merokok di sana. Tapi baru setengah batang, ia merinding dan memutuskan untuk mematikan rokok kemudian tidur. Tapi meski sudah berjam-jam berusaha, matanya tak bisa tertidur. Karena sudah kebiasaan, dia pun tak mampu menahan diri untuk berhenti merokok.

Belum sampai isapan ketiga, Dito mendengar ada benda yang bergerak dari dalam garasi. Angin malam berembus mengayunkan kunci yang tergantung di pintu gudang.

Dito berdiri hendak melihat keanehan yang terjadi. Tikus lewat di depannya sehingga ia merasa lega karena pikirannya berpendapat hanya hewan yang menggerakkan sesuatu.

Tanpa disadari, bara rokoknya tidak lagi menyala. Namun seperti ada yang meniup api koreknya saat ia ingin menyalakan bara rokok itu.

Dito benar-benar merinding tapi perasaannya di sana seperti ada yang menahan sehingga terus berusaha menyalakan rokok, mesti api beberapa kali mati.

Dito memegang pundaknya karena merasa ada yang meniup. Malam itu, terang bulan, tapi di pundak, ia merasa dingin.

“Mas,” suara panggilan yang Dito rasa itu istrinya.

Dito sempat merasa aneh karena suara itu dari dalam gudang. Dan yang membuatnya heran, istrinya tak pernah memanggilnya “mas”.

Karena penasaran, Dito membuka pintu gudang lalu perlahan dan merasa dihantui ia mencari-cari dalam gelap.

Dia tak menyadari telah berdiri sosok pocong tepat di belakangnya. Terus saja dia mencoba menemukan sesuatu sambil meraba-raba. Tak disangka, Dito meraba potongan rambut almarhum kakak istrinya. Seketika ia membayangkan mayat terbungkus kain kavan.

Dito ingin berteriak, namun tak mampu. Ia seperti orang yang ketindihan. Tubuhnya sulit digerakkan dan bibirnya tak dapat mengeluarkan kata-kata, kecuali geraman. Sayang, geraman itu tak ada yang mendengar karena istrinya sedang buang air di belakang.

Masih termangu menghadap dipan yang di bawahnya tersimpan nisan almarhum mertuanya, Dito mendengar sesuatu yang bergeser. Dito ingin sekali berlari karena ia tak pernah menduga apalagi membayangkan nisan mertuanya bergerak sendiri hingga tepat di hadapannya.

Hanya air mata yang menetes ketika ia dapat menengok, tapi terpampang jelas sosok pocong berwajah putih yang matanya merah dan melotot amat menyeramkan.

Tapi kengerian itu tidak berlangsung berjam-jam karena istri Dito yang mendapati pintu gudang terbuka langsung bergegas menghampiri suaminya itu. Betapa dia kaget dan langsung meminta tolong dengan ayahnya karena melihat Dito tergeletak pingsan.

Saat sadar, Dito benar-benar ketakutan dan tak mampu berbuat apapun kecuali meringkuk menggigil. Sampai orang pintar mereka panggil lantaran dokter tak mampu menyembuhkan, Dito baru bisa berbicara.

Akan tetapi tidak ada yang memercayai sehingga sampai depresi dan sakit-sakitan, Dito menyimpan sendiri bayang-bayang pocong dan nisan yang bergerak.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *