Peringatan Harlah ke-79 Muslimat NU


Bandarlampung –
Pimpinan Wilayah (PW) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Lampung menggelar peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-79 di Gedung Balai Keratun, Pemerintah Provinsi Lampung, Sabtu (3/5/2025).

Acara ini diisi dengan berbagai kegiatan, antara lain santunan untuk kaum duafa, pemotongan tumpeng, serta pemberian penghargaan kepada 15 Pimpinan Cabang (PC) Muslimat NU se-Provinsi Lampung.

Ketua PW Muslimat NU Lampung, Fita Nahdia Assegaf, menyebut peringatan Harlah ini menjadi momentum penting untuk mempererat tali silaturahim dan memperkuat rasa kebersamaan antaranggota dan pengurus.

“Selain itu, kami ingin menumbuhkan semangat baru bagi seluruh kader untuk terus berkontribusi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan,” ujarnya, Jumat (2/5/2025).

Fita menambahkan, peringatan Harlah juga menjadi sarana evaluasi diri bagi seluruh pengurus agar dapat meningkatkan kualitas pengabdian kepada masyarakat.

“Apalagi, perempuan—khususnya kaum ibu—memiliki peran sentral sebagai madrasatul ula (sekolah pertama) dalam keluarga, sebelum anak-anak mengenal dunia luar,” jelasnya.

Penghargaan bagi para PC Muslimat NU, lanjutnya, merupakan bentuk apresiasi atas peran aktif mereka dalam membumikan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah serta Islam yang rahmatan lil alamin di wilayah masing-masing.

Sebagai pengasuh Pondok Pesantren Daarul Ma’arif Natar, Lampung Selatan, Fita memastikan seluruh persiapan acara telah rampung. Kegiatan ini akan dihadiri sekitar 300 undangan dari berbagai elemen, mulai dari organisasi perempuan, pemerintah daerah dan DPRD, perguruan tinggi, hingga pengurus wilayah NU beserta lembaga dan badan otonomnya.

Sebelumnya, PW Muslimat NU telah melakukan audiensi dengan Wakil Gubernur Lampung, Jihan Nurlela, yang menyatakan kesiapannya untuk hadir dalam peringatan Harlah bertema Merawat Tradisi, Menguatkan Kemandirian, Meneguhkan Peradaban.

Sebagai informasi, Muslimat NU didirikan pada 29 Maret 1946 atau 21 Rabiul Akhir 1365 H di Purwokerto, Jawa Tengah. Gagasan awalnya muncul dari Muktamar Ke-13 NU di Menes, Banten, tahun 1938. Dalam forum tersebut, dua tokoh perempuan—Nyai R. Djuaesih dan Nyai Siti Sarah—menjadi pembicara mewakili jamaah perempuan

Saat itu, Nyai R. Djuaesih menyampaikan pentingnya kebangkitan perempuan dalam organisasi, menjadi yang pertama naik mimbar di forum resmi NU. Meski sempat memicu perdebatan sengit, gagasan itu akhirnya melahirkan cikal bakal berdirinya Muslimat NU, membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi perempuan dalam kehidupan berorganisasi. (**)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *