Bandar Lampung– Solidaritas Perempuan Sebay Lampung menggelar aksi damai bertajuk Perempuan Bersuara atas Iklim: Menuntut Keadilan Iklim di COP29 pada Senin 18 November 2024 di Tugu Adipura, Bandar Lampung.
Aksi ini mengkritisi pendekatan pemerintah Indonesia dalam negosiasi perubahan iklim di COP29, Baku, Azerbaijan.
Ketua Solidaritas Perempuan, Armayanti Sanusi, menilai pemerintah lebih fokus pada investasi ekonomi daripada keadilan sosial.
Ia juga menyoroti dampak buruk proyek transisi energi seperti Geothermal di Poco Leok dan PLTA Poso yang merampas tanah adat, merusak lingkungan, dan memiskinkan perempuan.
Selain itu, proyek Food Estate dianggap memperburuk krisis lingkungan dan sosial, menyebabkan feminisasi kemiskinan, seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah.
“Keadilan iklim harus berpihak pada masyarakat terdampak, terutama perempuan,” tegas Armayanti.
Dalam aksi ini, Solidaritas Perempuan mengajukan lima tuntutan:
1. Hentikan proyek transisi energi yang merampas hak masyarakat.
2. Stop perluasan proyek Food Estate yang tidak berkelanjutan.
3. Jalankan Rencana Aksi Nasional Gender Perubahan Iklim (RAN-GPI).
4. Akui kontribusi perempuan dalam mitigasi iklim.
5. Tuntut tanggung jawab negara maju atas krisis iklim dengan pendanaan yang adil dan responsif gender.***